Pukat UGM Kritik MA: Pengurangan Hukuman Setya Novanto Dinilai Tidak Logis
Putusan PK yang Kontroversial
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) dari Setya Novanto, mantan Ketua DPR RI, dalam kasus korupsi e-KTP. Vonisnya dikurangi dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun penjara, termasuk pemangkasan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun.
Pukat UGM Pertanyakan Dasar Hukum
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman, menyatakan kekecewaannya terhadap putusan tersebut. Ia menilai tidak ada novum atau bukti baru yang seharusnya menjadi syarat utama dalam PK. Menurutnya, pengurangan hukuman tanpa alasan hukum yang kuat menunjukkan tren yang mengkhawatirkan dalam penanganan kasus korupsi oleh MA.
“Alih-alih memidana maksimal, malah mengurangi. Ini ada tren yang mengkhawatirkan,” ujar Zaenur.
Sorotan terhadap Komitmen Antikorupsi
Zaenur juga menyoroti bahwa Setya Novanto memiliki peran sentral dalam skandal e-KTP, sehingga pengurangan hukuman justru melemahkan pesan pemberantasan korupsi. Ia mendesak agar MA memberikan pertimbangan hukum yang transparan dan logis, bukan sekadar “diskon” pidana tanpa dasar yang jelas.